PENGAMATAN
KERAPATAN POPULASI HEWAN DAN PENGUKURAN ABIOTIK DI BUKIT BANGKIRAI
A.
TUJUAN
1. Mengetahui
kerapatan hewan sekitar
2. Mengukur
kelembaban, pH, suhu lingkungan di sekitar lokasi praktikum
B. DASAR
TEORI
POPULASI
Populasi berasal dari bahasa latin
yaitu populous = rakyat, berarti penduduk. Populasi dari suatu Negara itu
dimaksudkan adalah penduduk dari Negara tersebut. Di dalam pelajar ekologi yang
di maksudkan denagn populasi adalah sekelompok individu yang sejenis. Apabila
kita membicarakan populasi, haruslah disebut individu jenis yang di bicarakan,
dengan memberikan batas batas waktunya serta tempatnya. Misalnya populasi pohon
jati pada tahun 1991 di perkebunan Purwakarta jawa Barat atau populasi pohon
karet 1965 di perkebunan perkebuna yang ada di Sumatra ataupun populasi komodo
pada tahun 1983 di pulau Komodo dan seterusnya. Jadi populasi adalah kelompok
kolektif prganisme organism dari jenis yang sama yang menduduki ruang atau
tempat yang terbuka, dan memiliki berbagai cirri atau sifat yang merupakan
milik yang unik dari kelompok dan tidak merupakan milik individudi dalam
kelompok itu.
Sifat
sifat yang dimiliki populasi
Populasi mempunyai sifat sifat
sebagai berikut :
1. Kerapatan
atau kepadatan. Kerapatan lazim di gunakan pada tumbuhan, sedangkan kepadatan
biasanya digunakan pada mnausia. Misalnya kepadatan penduduk di ibu kota
2. Natalitas
(kelahiran). Kemampuan yang inheren suatu populasi untuk bertambah.
3. Mortalitas
(angka kematian). Kematian individu-individu di dalam populasi. Angka
mortalitas adalah ekuivalen dengan angka angka dengan kematian pada demografi
manusia.
4. Penyebaran
umur. Cirri atau sifat penting pupulasi yang mempengaruhi natalitas dan
mortalitas.
5. Potensi
biotic
6. Disperse
7. Bentuk
pertumbuhan dan perkembangan
8. Mempunyai
sifat sifat genetic yang secara langsung berhubungan dengan ekologinya yaitu :
beradaptasi, keserasian reproduktif, ketahanan (yakni probabilitas meninggalkan
keturunannya selama jangka waktu yang panjang).
(Irwan,D,Z
;1996)
Perubahan popilasi ada yang
tampak jelas dan ada pula yang tidak jelas. Pada ekosistem darat, ada beberapa
faktor yang mempengaruhi perubahan populasi, di antaranya adalah (Zainal, 2007)
:
1.
Perubahan
suhu
Setiap
organisme hanya dapat hidup dengan baik pada suhu tertentu. Apabila suhu
lingkungannya berubah lebih tinggi atau lebih rendah dari pada suhu yang
diperlukan, akan menimbulkan gangguan kehidupan organisme tersebut.
2.
Kadar air tanah dan curah hujan
Kadar air
tnah dan curah hujan akan berpengaruh tehadap perubahan jumlah populasi. Tidak
ada satu pun jenis makhluk hidup yang tidak memerlukan air untuk aktivitas
kehidupannya. Oleh karena itu, perubahan kadar air dalam tanah akan
mempengaruhi peri kehidupan tumbuhan dan organisme lain yang hidup di atasnya.
Hal itu dapat kita perhatikan pada alam sekitar kita, yaitu pada musim kemarau
dan musim hujan. Pada musim kemarau daun-daun pohon berguguran dan
rumput-rumput mati. Pada musim hujan daun-daun pohon tumbuh subur dan
rerumputan pun tampak menghijau. Perubahan populasi tumbuhan tersebut akibatnya
juga akan berpengaruh pada perikehidupan serta populasi hewan yang ada di
tempat tersebut
(Fikiria,F
; 2013)
SIFAT
IKLIM MIKRO PADA HUTAN HUJAN TROPIS
1. Suhu
Iklim pada hutan tropis ditandai suhunyang cukup
tinggi dan merata. Suhu rata rata tahunan adalah sekitar 200 - 280
C dimana suhu terendah terjadi pada musim penghujan, sedang suhu
tertinggi terjadi pada musim panas. Di daerah pegunungan susu itu turun antara
0.40 – 0.70 C tiap kenaikan 100 m. perbedaan suhu karena
musim memang di sebabkan karena perbedaan lamanya panjang hari, tetapi juga
karena perbedaan bentuk hutan itu sendiri.
2. Curah
hujan
Distribusi curah hujan secara musiman pada daerah
tropis adalah fungsi dari ketinggian daerah itu. Pada daerah khatulistiwa hujan
turun setiap musim, daerah pada lintang 3 – 10 derajat lintang utara dan
lintang selatan memiliki dua musim hujan dan musim kemarau.
3. Kelembaban
udara
Pada daerah hutan hujan tropis kelembaban udara
mencapai lebih dari 80 %. Pada ahli ekologi tumbuhan lebih mengutamakan apa
yang dinamakan kehilangan kejenuhan untuk menetukan kelembaban udara.
4. Angin
Pada umumnya ada pengaruh angin terhadap vegetasi.
Kecepatan angin dalam keadaan normal lemah dan tenang, hal ini berbeda dengan
pada daerah sedang. Rata rat kecepatan angin tahunan pada hutan hujan tropis sekitar
5 km/jam dan tidak pernah lebih 12 km/jam.
5. Cahaya
Secara umum jumlah sinar matahari yang di terima
oleh hutan hujan tripis memang tidak etrlalu banyak. Jumlah sinar matahari yang
di terima tumbuhan di hutan hujan tropis juga di pengaruhi ketinggina tempat
dan oleh tumbuhan itu sendiri (kelebatan
daun dan refleksi cahaya di permukaan daun).
6. Karbondioksida
Sebagaimana kita ketahui bahwa karbondioksida sangat
di perlukan oleh semua tumbuhan hijau untuk berfotosintesis. Pembentuka
karbondioksida juga terjadi karena proses pembusukan daun daun dan ranting
ranting oelh mikroorganisme.
(Didjosoemarto,S ‘ 1986)
Ekosistem disusun oleh dua
komponen, yaitu lingkungan fisik atau tidak hidup (komponen abiotik) dan
berbagai jenis makhluk hidup (komponen biotik). Berbagai jenis makhluk
hidup tersebut dapat dikelompokkan menjadi satuan-satuan makhluk hidup dan
ekosistem :
1. Komponen Abiotik
Komponen
abiotik merupakan komponen penyusun ekosistem yang terdiri dari benda-benda tak
hidup. Secara terperinci, kompo-nen abiotik merupakan keadaan fi sik dan kimia
di sekitar organisme yang menjadi medium dan substrat untuk menunjang
berlangsungnya kehidupan organisme tersebut. Contoh komponen abiotik adalah
air, udara, cahaya matahari, tanah, topografi , dan iklim (Anonim, 2012).
Komponen
abiotik merupakan komponen penyusun ekosistem yang terdiri dari benda-benda tak
hidup. Secara terperinci, komponen abiotik merupakan keadaan fisik dan kimia di
sekitar organisme yang menjadi medium dan substrat untuk menunjang
berlangsungnya kehidupan organisme tersebut. Contoh komponen abiotik adalah
air, udara, cahaya matahari, tanah, topografi , dan iklim (Anonim, 2012).
Hampir
semua makhluk hidup membutuhkan air. Karena itu, air merupakan komponen
yang sangat vital bagi kehidupan. Sebagian besar tubuh makhluk hidup tersusun
oleh air dan tidak ada satupun makhluk hidup yang tidak membutuhkan air.
Meskipun demikian, kebutuhan organisme akan air tidaklah sama antara satu
dengan yang lainnya. Begitu pula dengan ketersediaan air di suatu daerah, tidak
sama antara daerah satu dengan yang lainnya. Komponen abiotik lainnya adalah
udara. Kita tidak bisa menyangkal bahwa peranan udara sangat penting bagi
kehidupan di bumi ini. Oksigen yang kita gunakan untuk bernapas atau CO2 yang
diperlukan tumbuhan untuk berfotosintesis juga berasal dari udara. Bahkan bumi
kita pun dilindungi oleh atmosfer yang merupakan lapisan-lapisan udara (Anonim,
2012).
Keadaan
udara di suatu tepat dipengaruhi oleh cahaya matahari, kelembaban, dan juga
temperatur (suhu). Intensitas cahaya matahari yang diterima oleh suatu daerah
akan mempengaruhi kelembaban atau kadar uap air di udara. Selain itu, cahaya
matahari juga menyebabkan peningkatan suhu atau temperatur udara. Adanya
perbedaan temperatur menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan udara, sehingga
udara mengalir atau bergerak membentuk angin. Kesemuanya memberikan pengaruh
bagi organisme (Budiati, 2006).
Cahaya
matahari merupakan sumber energi utama semua makhluk hidup, karena dengannya
tumbuhan dapat berfotosintesis. Sedangkan keberadaan uap air di udara akan
mempengaruhi kecepatan penguapan air dari permukaan tubuh organisme. Organisme
yang hidup di dae-rah panas (suhu udara tinggi dan kelembaban rendah) akan
berupaya untuk mengurangi penguapan air dari dalam tubuh, misalnya onta yang
merupakan hewan khas padang pasir. Sedangkan beruang kutub, karena hidup di
lingkungan yang sangat dingin, beradaptasi dengan memiliki bulu yang tebal.
Selain itu, perbedaan suhu udara juga bisa menimbulkan angin, yaitu aliran
udara akibat perbedaan tekanan. Sehingga organisme akan menyesuaikan diri
dengan kondisi tersebut. Contohnya pada tumbuhan. Tumbuhan yang hidup di daerah
dengan angin yang kencang, daerah pantai misalnya, membentuk sistem
perakaran yang kuat dan batang yang elastis supaya tidak mudah patah ketika
diterpa angin. Contohnya jenis tumbuhan tersebut adalah cemara udang (Anonim,
2012).
Selain
air, udara, dan cahaya matahari, keberadaan suatu ekosistem juga dipengaruhi
oleh kondisi tanah. Tanah merupakan tempat hidup bagi berbagai jenis organisme,
terutamatumbuhan. Adanya tumbuhan akan menjadikan suatu daerah memiliki
berbagai organisme pemakan tumbuhan dan organisme lain yang me-makan pemakan
tumbuhan tersebut. Kualitas tanah bisa dilihat dari derajat keasaman (pH),
tekstur (komposisi partikel tanah), dan kandungan garam mineral atau unsur
haranya (Budiati, 2006 ).
Komponen
abiotik yang juga tidak kalah penting adalah topografi dan iklim.
Topografi adalah letak suatu tempat dipandang dari ketinggian di atas
permukaan air laut (altitude) atau dipandang dari garis bujur dan garis lintang
(latitude). Topografi yang berbeda menyebabkan perbedaan penerimaan
intensitas cahaya, kelembaban, tekanan udara, dan suhu udara, sehingga
topografi dapat menggambarkan distribusi makhluk hidup. Sedangkan iklim
merupakan keadaan cuaca rata-rata di suatu tempat yang luas dalam waktu yang
lama (30 tahun), terbentuk oleh interaksi berbagai komponen abiotik seperti
kelem baban udara, suhu, curah hujan, cahaya matahari, dan lain sebagainya
(Sulistyorini, 2009 ).
Iklim
mempunyai hubungan yang erat dengan komunitas tumbuhan dan kesuburan tanah.
Contohnya adalah di daerah yang beriklim tropis, seperti Indonesia, memiliki
hutan yang lebat dan kaya akan keanekaragaman hayati yang disebut hutan hujan
tropis sedang kan di daerah subtropis hutan seperti itu tidak dijumpai
(Kistinnah, 2009 ).
2. Komponen Biotik
Komponen
biotik meliputi semua jenis makhluk hidup yang ada pada suatu ekosistem. Contoh
komponen biotik adalah manusia,hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme. Menurut peranannya
dalam ekosistem, komponen biotik dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu
produsen, konsumen, dan pengurai. Organisme yang berperan sebagai
produsen adalah semua organisme yang dapat membuat makanan sendiri.
Organisme ini disebut organisme autotrof, contohnya adalah tumbuhan hijau.
Sedangkan organisme yang tidak mampu membuat makanan sendiri (heterotrof )
berperan sebagai konsumen ( Sowarno, 2009 ).
Tumbuhan
merupakan organisme autotrof karena dapat membuat makanan sendiri melalui
fotosintesis. Dalam proses ini, bahan anorganik diubah menjadi senyawa organik
dengan bantuan sinar matahari. Melalui proses fotosintesis, gas hasil buangan organisme
lain diubah oleh tumbuhan menjadi zat gula, oksigen, dan energy ( Sowarno,
2009).
Selain
mampu mencukupi kebutuhannya akan energi, produsen juga berperan sebagai sumber
energi bagi organisme lain. Energi yang dihasilkan produsen akan dimanfaatkan
oleh organisme lain melalui proses makan dan dimakan. Hewan pemakan tumbuhan
memperoleh energi dari tumbuhan yang dimakannya. Sedangkan hewan pemakan
tumbuhan tersebut juga bisa dijadikan sumber energi bagi hewan lain yang
memakannya. Organisme yang memperoleh makanan dengan cara demikian disebut
konsumen. Jadi, organisme yang berperan sebagai konsumen adalah organisme yang
tidak dapat membuat makanan sendiri atau disebut organisme heterotrof (
Subardi, 2009 )
Hewan hewan yang banyak
di temukan di hutan hujan tropis
1.
Componatus
Tanda
tandanya : Torak melengkung jelas, pronotum dekat kepala agak kecil. Kepala
bagian belakang bulat sedangkan bagian depannya agak kecil, bagian atas
cembung. Pedicel satu, nodus berbentukmkerucut. Tersebar luas di daerah tropika
dan sub troipika. (muhaimin,n ; 1997)
C.
ALAT DAN BAHAN
1. Alat
tulis
2. Tali
raffia
3. pH
meter
4. thermometer
5. hygrometer
6. pasak
D.
PROSEDUR KERJA
1. Dalam
praktikum ini dilakukan pengamatan kerapatan populasi dari hewan hewan dan
pengukuran terhadap factor lingkunan : susu uadara, kelmbaban, dan pH tanah.
2. Dipilih
tempat yang kana diteliti kemudian dibuat belt transect dengan ukuran 50 x 50
meter tiap kelompok. Kemudian dalam petak tersebut dibuat plot plot dengan
ukuran 10 x 10 m (I), 20 x 20 m (II), dan 30 x 30 m (III).
3.
Setelah pembagian plot selesai kemudian
dicatat spesies hean apa saja yang ada di dalam plot tersebut. Kemudian dicatat
jumlah dari masing masing spesies tersebut.
4.
Setelah [ernhitungan jumlah individu
dalam plot selesai, kemudian diukur pH tanah, suhu lingkungan dalam plot, dan
kelembaban lingkungan dalam plot.
5.
Dicatat semua hasil dari pengamatan
kemudian dianalisa semua factor biotic dan abiotik yang ada dalam plot plot
tersebut.
E. HASIL
PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Table hasil pengamatan
Plot 1
|
No
|
Nama Spesies
|
Jumlah
|
Kelembaban (%)
|
Suhu (oC)
|
pH Tanah
|
1
|
Semut hitam (Componitus caryae)
|
17
|
81
|
29.5
|
4.2
|
|
2
|
Semut merah (Formica ruva)
|
9
|
||||
3
|
Semut rang rang (Oecophylla smaragdina)
|
3
|
||||
4
|
Cacing tanah (Lumbricus terrestris)
|
2
|
||||
Plot 2
|
No
|
Nama Spesies
|
Jumlah
|
Kelembaban (%)
|
Suhu (oC)
|
pH Tanah
|
1
|
Semut hitam (Componitus caryae)
|
22
|
80
|
29
|
5.4
|
|
2
|
Semut merah (Formica ruva)
|
10
|
||||
3
|
Laba laba (Araneus diadematus)
|
2
|
||||
4
|
Semut rang rang (Oecophylla smaragdina)
|
3
|
||||
5
|
Cacing tanah (Lumbricus terrestris)
|
3
|
||||
6
|
Jangkrik (Gryllus assimilis)
|
2
|
||||
7
|
Ulat (Handelium doleschallia polibete)
|
4
|
||||
8
|
Rayap (Glyptotermes spp.)
|
12
|
||||
9
|
Nyamuk (Aedes aegypti)
|
2
|
||||
Plot 3
|
No
|
Nama Spesies
|
Jumlah
|
Kelembaban (%)
|
Suhu (oC)
|
pH Tanah
|
1
|
Semut hitam (Componitus caryae)
|
29
|
79.5
|
28
|
5,8
|
|
2
|
Semut merah (Formica ruva)
|
12
|
||||
3
|
Cacing tanah (Lumbricus terrestris)
|
4
|
||||
4
|
Jangkrik (Gryllus assimilis)
|
5
|
||||
5
|
Ulat (Handelium doleschallia polibete)
|
8
|
||||
6
|
Rayap (Glyptotermes spp.)
|
15
|
||||
7
|
Kumbang (Leptinotarsa decemlineota)
|
3
|
||||
8
|
Kupu kupu (Graphrum sarpedon)
|
3
|
||||
9
|
Belalang (Atrachtromorpha crenulata)
|
4
|
PERHITUNGAN
PLOT
1
a. Kerapatan
jenis
Kerapatan (K) =
1) Componitus
caryae: = 0.17
2) Formica
ruva : = 0.09
3) Oecophylla
smaragdina : = 0.03
4) Lumbricus
terrestris: = 0.02
K total = 0.31
b. Kerapatan
Relatif (KR) = x 100 %
1) Componitus
caryae : x 100 % = 54.83%
2) Formica
ruva: x 100 % = 29.03 %
3) Oecophylla
smaragdina : x 100 % = 9.67 %
4) Lumbricus
terrestris : x 100 % = 6.45 %
PLOT
II
a. Kerapatan
jenis
Kerapatan
(K) =
1) Componitus
caryae : = 0.07
2) Formica
ruva
: = 0.03
3) Araneus
diadematus: = 0.006
4) Oecophylla
smaragdina :
= 0.01
5) Lumbricus
terrestris:
= 0.01
6) Gryllus
assimilis = = 0.006
7) Handelium
doleschallia polibete
:
= 0.013
8) Glyptotermes
spp
: = 0.04
9) Aedes
aegypti: = 0.006
K total : 0.191
b. Kerapatan
Relatif (KR) = x 100 %
1)
Componitus caryae
: x 100 % = 36.64%
2)
Formica ruva :
x 100 % = 15.70%
3)
Araneus diadematus : x 100 % = 3.14%
4)
Oecophylla smaragdina :
x 100 % = 5.25%
5)
Lumbricus terrestris:
x 100 % = 5.25%
6)
Gryllus assimilis
: x 100 % = 3.14%
7)
Handelium doleschallia polibete : x 100 % = 6.80%
8)
Glyptotermes spp:
x 100 % = 20.94 %
9)
Aedes aegypti
: x 100 % = 3.14 %
PLOT
III
a. Kerapatan
jenis
Kerapatan (K) =
1) Componitus
caryae : = 0.058
2) Formica
ruva
: = 0.024
3) Lumbricus
terrestris:
= 0.08
4) Gryllus
assimilis = = 0.01
5) Handelium
doleschallia polibete
:
= 0.016
6) Glyptotermes
spp : = 0.03
7) Letinotorasa
decimlineota : = 0.006
8) Graphrum
sarpedon : = 0.006
9) Atrachomorpha crenulata : = 0.002
K total : 0.16
b.
Kerapatan Relatif (KR) = x 100 %
1)
Componitus caryae:
x 100 % = 36.25 %
2)
Formica ruva
: x 100 % = 15.00 %
3)
Lumbricus terrestris : x 100 % = 5.00 %
4)
Gryllus assimilis:
x 100 % = 6.25 %
5)
Handelium doleschallia polibete:
x 100 % = 10.00 %
6)
Glyptotermes spp: x 100 % = 18.75 %
7)
Letinotorasa decimlineot
: x 100 % = 3.75 %
8)
Graphrum sarpedon : x 100 % = 3.75 %
9)
Atrachomorpha
crenulata: x 100 % = 1.25 %
c. Frekuensi
Frekuensi (F) =
1) Componitus
caryae : = 1
2) Formica
ruva : = 1
3) Oecophylla
smaragdina : = 0.66
4) Lumbricus
terrestris : = 1
5) Araneus
diadematus: = 0.33
6) Gryllus
assimilis : = 0.66
7) Handelium
doleschallia polibete : = 0.66
8) Glyptotermes
spp : = 0.66
9) Letinotorasa
decimlineota : = 0.33
10) Atrachomorpha crenulata : = 0.33
11) Graphrum
sarpedon : = 0.33
12) Aedes
aegypti : = 0.33
F total : 7.29
d. Frekuensi relative
Frekuensi Relatif (FR)
= x 100 %
1) Componitus
caryae : x 100 % = 13.71 %
2) Formica
ruva : x 100 % = 13.71 %
3) Oecophylla
smaragdina : x 100 % = 9.05 %
4) Lumbricus
terrestris: x 100 % = 13.71 %
5) Araneus
diadematus : x 100 % = 4.52 %
6) Gryllus
assimilis : x 100 % = 9.05 %
7) Handelium
doleschallia polibete : x 100 % = 9.05 %
8) Glyptotermes
spp : x 100 % = 9.05 %
9) Letinotorasa
decimlineota : x 100 % = 4.52 %
10) Atrachomorpha
crenulata : x 100 % = 4.52 %
11) Graphrum
sarpedon : x 100 % = 4.52 %
12) Aedes
aegypti : x 100 % = 4.52 %
e. Dominasi
Dominasi (D) =
1)
Componitus
caryae = = 1
2)
Formica ruva = = 1
3) Oecophylla
smaragdina = = 0.44
4) Lumbricus
terrestris = = 1
5) Araneus
diadematus = = 0.33
6) Gryllus
assimilis = = 0.88
7) Handelium
doleschallia polibete = = 0.88
8) Glyptotermes
spp = = 0.88
9) Letinotorasa
decimlineota = = 0.55
10) Atrachomorpha crenulata= = 0.55
11) Graphrum
sarpedon= = 0.55
12) Aedes
aegypti = = 0.55
D total = 7.61
Dominansi
Relatif (DR) = x 100 %
1)
Componitus caryae = x 100 %
= 15.6 %
2)
Formica ruva = x 100 %
= 15.6 %
3)
Oecophylla smaragdina = x 100 %
= 5.78 %
4)
Lumbricus terrestris= x 100 %
= 15.6 %
5)
Araneus diadematus = x 100 %
= 4.33 %
6)
Gryllus assimilis = x 100 %
= 11.5 %
7)
Handelium doleschallia polibete = x 100 %
= 11.5 %
8)
Glyptotermes spp = x 100 %
= 11.5 %
9)
Letinotorasa decimlineota = x 100 %
= 7.22 %
10)
Atrachomorpha
crenulata= x 100 %
= 7.22 %
11)
Graphrum sarpedon= x 100 %
= 7.22 %
12)
Aedes aegypti = x 100 %
= 7.22 %
f. Indeks Shannon Weiner
D =
13)
Componitus caryae = = 1
14)
Formica ruva = = 1
15) Oecophylla
smaragdina = = 0.44
16) Lumbricus
terrestris = = 1
17) Araneus
diadematus = = 0.33
18) Gryllus
assimilis = = 0.88
19) Handelium
doleschallia polibete = = 0.88
20) Glyptotermes
spp = = 0.88
21) Letinotorasa
decimlineota = = 0.55
22) Atrachomorpha crenulata= = 0.55
23) Graphrum
sarpedon= = 0.55
24) Aedes
aegypti = = 0.55
D total = 7.61
Dominansi
Relatif (DR) = x 100 %
1)
Componitus caryae =
2)
Formica ruva = 00782
3)
Oecophylla smaragdina 0.000186
4)
Lumbricus terrestris= 0.0115
5)
Araneus diadematus = 0.00006
6)
Gryllus assimilis= 0.0008
7) Handelium doleschallia polibete =
8) Glyptotermes
spp =
9) Letinotorasa
decimlineota =
10) Atrachomorpha crenulata=
11) Graphrum sarpedon=
12) Aedes
aegypti =
F. PEMBAHASAN
Pengamatan kali ini praktikan mengamati kerapatan
populasi hewan di daerah bukit bangkirai. Praktikan juga melakukan pengukuran
terhadap factor abiotik. Tujuannya
adalah agar praktikan mengetahui kerapatan pipulasi hewan yang ada di
wilayahtersebut dan juga dapat mengkaitkannya dengan hasil pengukuran factor
abiotik yang di peroleh dari hasil pengukuran.
Pengamatan pertama yaitu mengamati hewan hewan apa
saja yang terdapat pada daerah tersebut. Praktikan membuat belt transect, belt
transect biasa digunakan untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan
belum diketahui keadaan sebelumnya. Praktikan membuat batas luar plot yaitu 50
× 50 m. kemudian membuat 3 plot di dalamnya dengan ukuran 10 × 10 m (plot I),
20 × 20 m (plot II) dan 30 × 30 m (plot III). Setelah plot terpasang, dilakukan
pengamatan pada ketiga plot tersebut apakah ada hewan dan berapa jumlah
individunya. Kemudian dilakukan pengukuran factor abiotik yaitu kelembaban,
suhu dan pH tanah.
Pada plot I, diperoleh beberapa hewan yaitu semut hitam
(Componitus
caryae), semut merah (Formica ruva) ,
semut rang rang (Oecophylla smaragdina),
dan cacing tanah (Lumbricus terrestris).
Hasil pengukuran factor abiotik di peroleh kelembaban udanya 81 %, suhu 29.5 0
C dan pH tanah sebesar 4.2. di plot I ini masi sedikit hewan yang ditemukan
karena kelembaban udara cukup tinggi, dan sinar matahari tidak terlalu banyak.
Seperti kita ketahui hewan juga membutuhkan cahaya matahari yang cukup.
Pada plot II, di peroleh hewan hewan sebagai
berikut, semut hitam (Componitus caryae),
semut merah (Formica ruva),
laba laba, semut rang rang (Oecophylla smaragdina),
cacing tanah (Lumbricus terrestris),
jangkrik, ulat, rayap, dan nyamuk. Hasil pengukuran Factor abiotiknya, kelembaban
80 %, suhu 290 C dan pH tanah 5.4. pada plot II, hewan yang teramati
cukup beragam dan jumlah individunya meningkat, hal ini berkaitan dengan factor
abiotiknya. Kelembabannya sudah lebih tinggi di banding plot I, cahay matahari
juga sudah cukup pada plot ini. pH tanahnya meningkat suhunya menurun.
Pada plot III, individu yang termati yaitu semut
hitam (Componitus
caryae), semut merah (Formica ruva),
cacing tanah (Lumbricus terrestris),
jangkrik, ulat, rayap, kumbang, kupu kupu dan belalang. Individu kupu kupu,
kumbang dan belalang hanya ada pada plot III, karena cahaya matahari yang masuk
cukup pada plot ini, kelembaban udaranya 79.5 %,suhunya 28o C dimana
suhu ini sudah cocok untuk hewan hidup dengan baik, pH tanahnya 5.8.
Dari ketigaplot yang mendominasi adalah semut hitam,
semut merah, dan cacing tanah . ketiganya memiliki toleransi terhadap
lingkungan yang tinggi, sehingga mereka mampu bertahan di ketiga lingkungan
plot plot tersebut.
Kelembaban udara
menandakan sejumlah uap air yang terkandung di udara atau atmosfer, biasanya
dinyatakan dalam berat uap air untuk setiap volume udara tertentu.Berdasarkan perhitungan di atas, maka setiap suhu tertentu di tempat
yang sama akan memberikan harga kelembaban tertentu yang disebut kelembaban
absolut. Kelembaban yang umum dipergunakan adalah kelembaban udara relatif,
yaitu berdasarkan perbandingan tekanan uap air di udara pada waktu pengukuran
dengan tekanan uap air jenuh pada suhu yang bersamaan.
Pengukuran
temperatur dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran
kuantitatif dinyatakan dalam satuan kalori yaitu gram kalori atau kilogram
kalori sedangkan pengukuran kualitatif dinyatakan dalam satuan derajat Celcius,
derajat Fahrenheit, Reamur atau Kelvin. Pengukuran secara kualitatif dilakukan dengan
alat termometer. Termometer bekerja berdasarkan prinsip pemuaian atau
pengerutan suatu zat padat ataucairan akibat pemanasan atau pendinginan. Zat
cair yang digunakan adalah air raksa ataualkohol yang diberi warna agar
mempermudah dalam pembacaan. Penamaan termometer disesuaikan dengan zat
cair yang digunakan, misalnya termometer air raksa atau termometer alkohol.
Temperatur digunakan dengan cara membaca skala pada ujung kolom air raksa dalam
satuan derajat Celcius (ºC). Badan termometer tidak boleh dipegang secara
langsung dengan tangan agar tidak mengganggu pembacaan.
pH tanah adalah
faktor kimia tanah penting yang menggambarkan sifat asam atau basa tanah. Nilai
pH tanah adalah nilai negatif logaritma dari aktivitas ion hidrogen tanah.
Besarnya nilai pH tanah dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya jenis batuan
induk, tipe vegetasi dan aktivitas pemupukan. pH tanah menentukan kelarutan
unsur-unsur hara dalam larutan tanah, sehingga pH akan memengaruhi ketersediaan
unsur-unsur hara bagi tumbuhan.
Kesalahan data dapat
terjadi, sehingga data hasil pengamatan tidak sesuai dengan teori. Hal ini
dapat terjadi diantaranya karena, kesalahan proses pengukuran misalnya
kesalahan pembacaan alat, kemudian kesalahan proses seperti dalam mengukurm pH
tanah seharusnya serah serasah dibersihkan dulu sebelum tanah diukur pHnya.
G.
KESIMPULAN
Dari hasil
pengamatan, di peroleh kesimpulan sebagai berikut :
1.
Hewan hewan yang ditemukan pada pengamatan kali ini adalah
sebagai berikut :
a.
Semut hitam (Componitus caryae) 68 individu
b.
Semut merah (Formica ruva) = 31 individu
c.
Semut
rang rang (Oecophylla smaragdina) = 6 individu
d.
Cacing
tanah (Lumbricus terrestris) = 9 individu
e.
Laba
laba (Araneus diadematus) =2 individu
f.
Jangkrik
(Gryllus assimilis) = 7 individu
g.
Ulat
daun (Handelium doleschallia polibete) =
12 individu
h.
Rayap
(Glyptotermes spp)=27 individu
i.
Kumbang
(Letinotorasa decimlineota) = 3
individu
j.
Belalang Atrachomorpha crenulata = 1 individu
k.
Kupu
kupu Graphrum sarpedon = 3 individu
l.
Nyamuk
(Aedes aegypti) =2 individu
Yeng memiliki kerapatan paling tinggi adalah Semut hitam (Componitus
caryae)
2.
Factor abiotik yang diukur adalah :
a. Plot
I
Kelembaban = 81 %
Suhu = 29.5 0 C
pH tanah = 4.2
b. Plot
II
Kelembaban = 80 %
Suhu = 29 0 C
pH tanah = 5.4
c. Plot
I
Kelembaban = 79.5 %
Suhu = 28 0 C
pH tanah = 5.8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar